Asuransi Syariah : Halal dan Berkah

 

‘Nak, Masa depan itu tak pasti!’  

Dibalik ketidakpastian itu, kita harus berani bermimpi, berencana dan berdoa (anonim)

cropped-asuransi-syariah.jpg

Dalam kegiatan sehari – hari, kita banyak berhadapan dengan resiko meski kita menghadapi resiko ini dengan tanpa sadar. Pola istirahat yang tidak teratur, tidur yang kurang, pola makan tidak sehat, rutin makan makanan yang digoreng, merokok, jarang berolah raga, aktifitas pekerjaan, stress pekerjaan, berkendaraan di jalan, dan sebagainya. Semua hal tersebut sudah menjadi bagian dari rutinitas harian. Dua hal yang membuat kita mengabaikan adanya resiko ini. Pertama, tidak tahu akan adanya resiko. Kedua, tahu resiko, namun karena sudah terlalu sering berhadapan dengan resiko, maka tingkat kewaspadaan kita terhadap resiko menjadi semakin menurun, sehingga lambat laun kita merasa sudah terbiasa dan menganggap resiko seolah tidak ada.

Padahal, resiko selalu ada dan resiko ini bisa mengundang terjadinya musibah. Pun orang – orang yang bertindak mengantisipasi adanya resiko, kemungkinan terpapar akan resiko dan mengalami musibah tetap ada, namun dengan catatan penting, kemungkinan terpapar resiko menjadi lebih kecil, atau bila tetap terkena resiko, dampak dari kejadian musibah ini sudah dikurangi.

Ada berbagai cara bagaimana manusia menangani resiko terjadinya musibah, diantaranya:

  1. Pertama adalah dengan menanggungnya sendiri (risk retention),
  2. Kedua, mengalihkan risiko ke pihak lain (risk transfer), dan
  3. Ketiga, mengelolanya bersama-sama (risk sharing).

 

Kelompok pertama adalah orang – orang yang tidak memiliki proteksi asuransi. Mereka mengandalkan kemampuan diri sendiri untuk mengatasi dampak dari musibah, seperti sakit, cacat, dan kematian. Bila pada hari ini kita masih termasuk dalam kelompok ini, maka marilah kita benar – benar mempertimbangkan kembali.

Sendirian, sanggupkah kita menyediakan uang ratusan juta dalam waktu yang segera, jika tiba-tiba rumah sakit memvonis kita terkena penyakit yang berbahaya ?

Sendirian, sanggupkah kita menanggung kehidupan keluarga kita bila kita sendiri yang menjadi andalan nafkah utama justru tidak bisa lagi bekerja ?

Apakah kita sudah mempersiapkan dana yang layak untuk kelanjutan kehidupan keluarga kita, bila sewaktu – waktu Sang Khalik memanggil kita ?

Para peserta asuransi adalah pribadi – pribadi yang rendah hati. Sadar bahwa dia manusia, yang lemah dan mudah berubah keadaannya, baik oleh faktor di dalam diri dan terutama faktor di luar diri yang tidak mudah diprediksi, maka dia membagi penanganan risiko-risiko yang mungkin terjadi pada dirinya bersama orang-orang lain.

Jika kita orang superkaya, saat terjadi musibah dan harus menyediakan dana ratusan juta dalam waktu sekejab sama sekali bukan masalah. Jika kita “hanya” orang kaya, mungkin kita mampu mengatasi itu, tapi kita akan menyesali kenapa hasil kerja keras kita berakhir di tempat yang tidak memberikan kenikmatan. Namun bagaimana jika kita bukan orang kaya? Apa yang akan kita lakukan? Menjual aset: apa yang bisa dijual, dan cukupkah? Meminjam uang: siapa yang percaya kita mampu mengembalikan?

Kelompok kedua dan ketiga di atas merupakan para peserta asuransi, bedanya kelompok ketiga adalah asuransi syariah, yang memiliki dasar sharing resiko. Esensi asuransi syariah, di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip kerjasama, perlindungan, dan saling bertanggungjawab (cooperation, protection, mutual responsibility). Pedoman Umum Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau dengan nama lain disebut tabarru’ yang memberikan pola untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (transaksi) yang sesuai dengan syariah, yaitu akad yang tidak mengandung maysir (perjudian), gharar (ketidakjelasan) dan riba. Sifat dalam asuransi syariah akan meminimalisir hal-hal yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan semata-mata.

Perbedaan utama antara asuransi syariah dan konvensional (kelompok kedua di atas) terletak pada tujuan dan landasan operasional. Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan kerja sama menolong (ta’awuni) sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya penggantian (tabaduli). Dari aspek landasan operasional, asuransi konvensional hanya melandaskan kepada peraturan perundangan, sementara asuransi syariah melandaskan pada peraturan perundangan dan ketentuan syariah. Dari kedua perbedaan ini muncul perbedaan yang lainnya, mengenai hubungan perusahaan dan nasabah, keuntungan, memperhatikan larangan syariah, dan pengawasan.

Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak nasabah atau pemegang polis. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (berupa iuran bulanan atau premi) menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya. Implementasi akad takafuli (saling menolong) dan tabarru’ (dana kebajikan) dalam sistem asuransi syariah direalisasikan dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung unsur tabungan (saving), maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening dana peserta dan satunya lagi rekening tabarru’. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving), setiap premi yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru’.

Keberadaan rekening tabarru’ menjadi sangat penting untuk menjawab pertanyaan seputar ketidakjelasan asuransi dari sisi pembayaran klaim. Misalnya, seorang peserta mengambil paket asuransi jiwa dengan masa pertanggungan 10 tahun dengan manfaat 100 juta rupiah. Bila ia ditakdirkan meninggal dunia di tahun ke-empat dan baru sempat membayar sebesar 40 juta maka ahli waris akan menerima sejumlah penuh 100 juta. Pertanyaannya, sisa pembayaran sebesar 60 juta diperoleh dari mana. Disinilah kemudian timbul gharar tadi sehingga diperlukan mekanisme khusus untuk menghapus hal itu, yaitu penyediaan dana khusus untuk pembayaran klaim (yang pada hakekatnya untuk tujuan tolong-menolong) berupa rekening tabarru’. Selanjutnya, dana yang terkumpul dari peserta (shahibul maal) akan diinvestasikan oleh pengelola (mudharib/wakil) ke dalam instrumen-instumen investasi yang tidak bertentangan dengan syariat.

Dalam perusahaan asuransi syariah, terdapat Dewan Pengawas Syari’ah (DPS). DPS merupakan dewan yang memberi nasihat kepada direksi dan melakukan pengawasan syariah dalam perusahaan. Tugas DPS juga memberikan opini hukum syariah atas produk-produk yang dikembangkan oleh perusahaan. DPS masuk dalam struktur perusahaan yang memiliki bisnis dengan basis syariah, dan kedudukannya setara dengan komisaris. Namun bedanya, DPS fokus pada aspek syariah. Tidak hanya soal produk, namun juga kebijakan dan pemasaran. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak akan menerima produk keuangan syariah sebelum mendapat persetujuan DPS.

Secara berkala DPS melakukan pengawasan  melalui rapat bulanan dimana perusahaan memberikan laporan dari divisi syariah mengenai perkembangan bisnis, respon pasar, akad, serta tantangan yang kerap dihadapi. Dengan begitu DPS bisa mengetahui jika ada masalah yang muncul dalam bisnis yang sedang berjalan.

Anggota DPS merupakan pakar yang memiliki beberapa kualifikasi. Pertama, ia harus menguasai bidang ekonomi syariah sehingga ia dapat merumuskan kebijakan dan juga berperan sebagai konsultan bagi perusahaan yang diawasi. Kedua, ia harus mengenal industri keuangan yang diawasi dengan baik. Misalnya ia mengerti tentang syariah tapi tidak mengerti tentang asuransi, maka akan percuma saja. Terakhir, ia harus mentaati fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

Sebagai penutup tulisan ini, marilah kita bersyukur saat ini sudah terdapat sistem asuransi syariah. Meski mungkin di dalamnya masih terdapat ruang untuk peningkatan ke arah yang lebih baik, sistem asuransi syariah saat ini sudah sangat memadai untuk kebutuhan berasuransi kita secara syariah. Selanjutnya bila saat ini Anda masih termasuk dalam kelompok yang memilih berdiri sendiri dalam menghadapai resiko – resiko dalam kehidupan yang bisa datang kapan pun, tiba – tiba tanpa pertanda dan umumnya menuntut biaya yang besar, ini adalah saatnya Anda mempertimbangkan kembali. Persiapan berupa proteksi asuransi syariah bisa menyesuaikan kondisi kemampuan Anda saat ini. Berapa pun nilai persiapan yang bisa kita lakukan sesuai kemampuan saat ini, akan sangat berharga untuk orang – orang yang sangat kita sayangi, keluarga kita.[ ]

Salam,

Muhamad Ridwan – Agen Asuransi Allianz Bandung

Call/Sms : 08777 250 1195

E-Mail : ridwan030@gmail.com

Tentang mred_one

Agen Asuransi Allianz Syariah. Berdomisili di Bandung. M. Ridwan No HP/WhatsApp: 087772501195 Facebook : Mas Afwan Ridwan IG : MasAfwanRidwan
Pos ini dipublikasikan di Edukasi Asuransi dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar